Do’a Sebelum Belajar
رَبِّ
زِدْنِي عِلْمًا، وَارْزُقْنِيْ فَهْمًا وَاجْعَلْنِيْ مِنَ
الصَّالِحِيْنَ
Robbii
Zidnii ‘Ilmaa, Warzuqnii Fahmaa, Waj’alnii Minash-Shoolihiin Amiin Ya Robbal
‘Aalamiin
Artinya
: Ya Alloh Tambahkanlah aku ilmu, Dan berilah aku karunia untuk dapat
memahaminya, Dan jadikanlah aku termasuk golongannya orang-orang yang shoolih.
Ya Alloh kabulkanlah do’aku ini.
Selama ini,
masyarakat seringkali memaknai ukhuwah Islamiyah sebagai persaudaraan terhadap
sesama orang Islam. Mestinya tidak demikian. Ukhuwah Islamiyah (Islamic
brotherhood) berbeda dengan ukhuwah baynal-muslimin atau al-Ikhwanul-Muslimun
(moslem brotherhood).
Makna
persaudaraan antara sesama orang Islam itu bukan ukhuwah Islamiyah,
tetapi ukhuwah baynal-muslimin/ al-Ikhwanul-Muslimun (Moslem Brotherhood). Jika
dikaji dari segi nahwu, ukhuwah Islamiyah adalah dua kata yang
berjenis mawshuf atau kata yang disifati (ukhuwah) dan shifat
atau kata yang mensifati (Islamiyah). Sehingga, ukhuwah Islamiyah
seharusnya dimaknai sebagai persaudaraan yang berdasarkan dengan nilai-nilai
Islam. Sedangkan persaudaraan antar sesama umat Islam dinamakan dengan ukhuwah
diniyyah.
Implementasi
Ukhuwah Islamiyah
Revitalisasi
makna ukhuwah Islamiyah tersebut merupakan sebuah pencerahan
terutama ketika jaman ini sudah didominasi oleh sikap radikal dan agresif meski
itu dalam bidang agama dan keyakinan. Peristiwa saling menyerang dan merugikan
dalam internal agama meski berbeda paham sudah sangat sering dijumpai di negeri
ini, negeri yang katanya paling religius dan memiliki norma paling halus di
antara negeri lain.
Hanya karena
berbeda penafsiran dari ayat Al Qur’an dan Hadits, tak jarang suatu kelompok
menjelek-jelekkan kelompok lain, bahkan sampai keluar kata “kafir dan sesat”.
Tidak hanya sampai itu, kebencian terhadap kelompok lain yang sejatinya masih
seagama itu juga disebarkan ke kalangan awam. Terlebih lagi kebencian terhadap
kalangan agama lain, yang seringkali disertai argumentasi yang berasal dari
fantasi sendiri sehingga menjadi bumbu penyedap yang pada akhirnya virus
kebencian tersebut benar-benar menyebar.
Indonesia, 90%
lebih penduduknya beragama Islam. Kondisi ini membuat Indonesia menajdi negara
yang penduduk Islamnya terbanyak sedunia. Di dalam agama Islam itu sendiri,
tidak dapat dipungkiri dan sudah menjadi sunnatulah, bahwa terdapat
bermacam penafsiran terhadap teks Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum
Islam. Pada akhirnya muncul berbagai paham dan madzhab dalam Islam. Hal
ini pun sudah diprediksi oleh Nabi Muhammad SAW bahwa Islam akan terpecah
menjadi 73 golongan (Sunan al-Tirmîdzî [2565]).
Kondisi yang
mustahil untuk dihindari ini mestinya disikapi dengan bijak, terlebih lagi
Islam adalah agama yang tidak hanya sekedar membuat pengikutnya selamat di
akhirat, tetapi juga di dunia. Islam berasal dari kata “salimu” yang
artinya selamat, bahkan Nabi Muhammad SAW mempertegas orang tidak dikatakan
beragama Islam jika orang yang berada di sekitarnya belum selamat dari mulut,
tangan, dan sikapnya. Pemaknaan ini yang juga mempertegas bahwa Islam adalah
rahmat untuk seluruh alam.
Revitalisasi
makna Ukhuwah Islamiyah tersebut seharusnya menjadi spirit baru
dalam kehidupan beragama, sehingga agama menjadi sebuah institusi yang
menyejukkan, bukan institusi yang menebar virus kebencian. Di satu sisi,
keteguhan dalam memegang prinsip dan tafsir yang diyakini adalah penting,
tetapi di sisi lain, keteguhan tersebut tidak menjadi kebenaran ketika disertai
dengan sikap memaksa, mengkafirkan, menyesatkan, dan menyebarkan kebencian.
Pada taraf inilah, ukhuwah (persaudaraan) dengan orang Islam tidak
menjadi ukhuwah Islamiyah, ketika disertai dengan sikap saling
merugikan dan mendhalimi. Tetapi, ketika persaudaraan dengan orang lain
meskipun berbeda keyakinan, pada saat itu juga persaudaraan itu menjadi ukhuwah
Islamiyah.
Implementasi
dari ukhuwah Islamiyah ini memang harus benar-benar ditegakkan.
Ditegakkan bukan hanya sekedar simbol dan semboyan. Tetapi juga harus berusaha
diinternalisasikan kepada seluruh orang Islam. Seringkali penulis masih menemui
kondisi yang tidak mencerminkan ukhuwah Islamiyah meskipun sesama
orang Islam sendiri. Padahal, seluruh pimpinan ormas-ormas Islam di Indonesia
mencontohkan kerukunan dan persaudaraan yang tinggi, misalkan antara para
petinggi di PBNU dan PP Muhammadiyah. Pada taraf ini, persaudaraan sudah
terjalin dengan baik.
Namun, satu
hal yang tertinggal, bahwa internalisasi nilai ukhuwah Islamiyah
tersebut juga harus sampai pada tingkat “akar rumput”, misalkan tingkat desa.
Hal yang seringkali terjadi adalah pada tingkat atas sudah dapat
mengimplementasikan ukhuwah Islamiyah dengan baik sedangkan pada
tingka “akar rumput” belum mampu melaksanakannya. Kondisi ini harus menjadi
perhatian khusus.
Selain itu,
bagaimana ukhuwah Islamiyah ini bisa terimplementasikan dengan
baik tidak hanya sekedar ketika bertemu dengan orang yang berlainan pemahaman,
tetapi juga ketika tidak bertemu sekalipun. Masih banyak majelis-majelis yang
membicarakan kejelekan saudara Islam dan menjatuhkannya meski hanya persoalan
perbedaan pemahaman. Ini menjadi PR besar untuk semua umat Islam di Indonesia.
Pada konteks
eksternal, ukhuwah Islamiyah inter keyakinan dan agama ini
juga masih harus ditingkatkan demi kemaslahatan. Sikap saling menghargai dan
menghormati baik itu ketika berada “di depan” maupun ketika berada “di
belakang” harus lebih ditingkatkan dengan memahamkan masyarakat bahwa berbeda
itu bukan berarti lawan, karena semua manusia adalah makhluk Tuhan yang
memiliki hak asasi dalam beragama. Sikap ukhuwah ini tentunya tetap
disertai dengan sikap keteguhan dan memegang prinsip dan keyakinan sebagai jati
diri beragama.
Dengan
demikian, sikap ukhuwah Islamiyah akan menjadi representasi Islam
sebagai rahmat untuk seluruh alam. Ukhuwah Islamiyah akan
merepresentasikan bahwa agama adalah institusi yang menyelamatkan dan
menyejukkan. Pada akhirnya kerukunan dan persaudaraan pada agama Islam pada
khususnya dan Indonesia pada umumnya akan menjadi kuat dan kokoh. Dengan ukhuwah,
umat akan terberdayakan. Dengan ukhuwah, umat akan mencapai
kemaslahatan.
Do’a
Sesudah Belajar
اَللَّهُمَّ
أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّـبَاعَه وَأَرِنَا الْبَاطِلَ
بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
Aallohumma
Arinal Haqqo Haqqon Warzuqnattibaa’ahu. Wa Arinalbaathila Baa-Thilan
Warzuqnajtinaabahu
Artinya
: Ya Alloh, tunjukkanlah kepada kami kebenaran sehinggga kami dapat
mengikutinya. Dan tunjukkanlah kepada kami kejelekan sehingga kami dapat
menjauhinya
Ahmad Saifuddin, Mahasiswa S2 Program Magister Psikologi
Profesi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Bergiat sebagai Ketua Pimpinan
Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul ‘Ulama Kabupaten Klaten dan Sekretaris Lembaga
Kajian Pemikiran Islam Darul Afkar Klaten.
Catatan: Sebagian besar artikel ini
diinspirasi dari KH Abdul Malik Madani, Katib Aam PBNU saat menyampaikan materi
dalam Seminar Nasional yang bertemakan “Merajut Ukhuwah, Membangun ‘Izzah,
Menggapai Mashlahah (Aktualisasi Ukhuwah Islamiyah
dan Kesejahteraan Umat)”. Seminar diselenggarakan Sabtu, 15 Maret 2014, oleh
Yayasan Jama’ah Haji Al Mabrur Kabupaten Klaten dalam rangka tasyakuran Hari
Lahirnya yang ke-35. Selain KH Abdul Malik Madani, hadir Prof Hamim Ilyas dari
PP Muhammadiyah, dan Prof Musa Asy’ari, Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar