Sekarang
ini kesadaran jamaah masjid akan pentingnya peran pengurus dalam pemakmuran
masjid semakin besar. Hal ini karena, manakala masjid hendak difungsikan
sebagai pusat pembinaan umat, sudah tidak mungkin lagi kalau kepengurusan
masjid ditangani oleh hanya satu atau dua orang. Diperlukan tenaga kepengurusan
yang jumlahnya cukup dan kualitasnya memadai. Personil pengurus masjid itu
selanjutnya harus menjalin kerjasama (amal jama'i) yang baik agar terwujud
kemakmuran masjid yang diidam-idamkan dan terbina jamaahnya hingga menjelma
menjadi masyarakat yang Islami.
Kepengurusan
masjid tidak mungkin bisa berjalan dengan baik kalau hanya diurus oleh satu
atau dua orang. Ini berarti, pada masjid-masjid kita harus ada kepengurusan
yang diketuai oleh seorang pemimpin yang baik. Pengurus masjid harus memiliki
kriteria, paling tidak ada tiga keriteria utama. Pertama,
kepribadian yang shaleh, karena masjid berfungsi sebagai pusat pembinaan umat menuju
keshalehan jamaahnya. Kedua, wawasan keislaman dan kemasyarakatan
yang luas agar dengan demikian pengurus masjid dapat mengarahkan
program dan
aktivitas masjidnya kearah yang benar dan dapat berinteraksi dengan masyarakat
di sekitar masjid yang merupakan jamaah masjid yang dipimpinnya. Dan ketiga,
memiliki kemampuan manajerial yang baik sehingga kepengurusan masjid dapat
berjalan baik dengan prestasi kerja yang membawa pada masjid yang makmur dan
masyarakat yang shaleh.
Dalam buku Human
Relations dan Public Relation Dalam Manajement, Drs. Onong Uchjana Efendy,
MA mengemukakan tentang definisi kepemimpinan, yaitu: “Suatu proses dimana
seorang pemimpin membimbing, mempengaruhi atau mengkontrol pikiran, perasaan
atau tingkah laku orang lain.”
Kepemimpinan juga
bisa berarti kecakapan dan kemampuan mencapai apa yang diinginkan, baik secara
pribadi dengan kecakapan pengendalian diri, secara kelompok dengan kecakapan
mempengaruhi dan mengatur orang lain atau bawahannya, maupun secara umum dan
menyeluruh dengan kecakapan menyatupadukan dan mendayagunakan potensi atau
fasilitas yang tersedia. Dari sini, seorang pemimpin harus mampu berfungsi
sebagai perencana, pengorganisir, pendorong terlaksananya aktivitas dan
mengontrol atau mengevaluasi jalannya upaya mencapai tujuan.
Di dalam Islam, pemimpin kadangkala disebut imam tapi juga khalifah. Dalam
shalat berjamaah, imam berarti orang yang di depan. Secara harfiyah, imam
berasal dari kata amma, ya’ummu yang artinya menuju, menumpu dan meneladani. Ini
berarti seorang imam atau pemimpin harus selalu di depan guna memberi
keteladanan atau kepeloporan dalam segala bentuk kebaikan. Disamping itu,
pemimpin disebut juga dengan khalifah yang berasal dari kata khalafa yang
berarti di belakang, karenanya khalifah dinyatakan sebagai pengganti karena
memang pengganti itu dibelakang atau datang sesudah yang digantikan. Kalau
pemimpin itu disebut khalifah, itu artinya ia harus bisa berada di belakang
untuk menjadi pendorong diri dan orang yang dipimpinnya untuk maju dalam
menjalani kehidupan yang baik dan benar sekaligus mengikuti kehendak dan arah
yang dituju oleh orang yang dipimpinnya kearah kebenaran. Disamping itu,
pemimpin disebut juga dengan ra’un yang artinya gembala, karena seorang gembala
biasanya sangat bertanggungjawab terhadap gembalaannya, baik makan dan minumnya
maupun keamanan serta kelangsungan hidupnya.
Dalam memimpin,
Rasulullah saw sangat menekankan beberapa hal. Pertama,
musyawarah dengan para sahabatnya untuk mendapatkan suatu kebenaran, karena itu
segala pembicaraan dalam musyawarah selalu dirujuk kepada wahyu Allah swt. Kedua,
pembagian tugas dan wewenang yang jelas kepada sahabatnya sehingga
masing-masing sahabat merasa bertanggungjawab penuh terhadap yang dibebankan
kepadanya. Ketiga, memberikan penghargaan yang sewajarnya kepada
para sahabat yang menunjukkan prestasi yang baik seperti pengangkatan Usamah
bin Zaid sebagai panglima perang meskipun usianya baru mencapai 17 tahun. Keempat,
memberikan perhatian yang serius kepada orang-orang yang dipimpinnya sehingga
persoalan-persoalan yang kecilpun dari para sahabatnya diketahui dan dipecahkan
oleh Rasulullah saw. Kelima, memberikan arahan, bimbingan dan
rangsangan untuk mandiri kepada sahabatnya sehingga beliau tidak selalu
menyantuni atau menjawab pertanyaan bila sebenarnya persoalan tersebut bisa
diusahakan sendiri pemecahan atau mengatasinya oleh para sahabat.
Ada beberapa
catatan tentang kepemimpinan dalam organisasi masjid, khususnya masjid
perkantoran yang perlu mendapat perhatian.
- Kepemimpinan masjid pada masa Rasul bertumpu pada Rasulullah saw yang terpenuhi kriteria di atas, beliau menjadi pemimpin, imam, khatib sekaligus guru bagi jamaah.
- Dalam konteks sekarang dengan segala keterbatasan yang dimiliki, kepemimpinan masjid harus bersifat kolektif antara perumus kebijakan dan pengambilan keputusan, menjadi rujukan bagi jamaah, dan pelaksanaan hal-hal yang bersifat teknis operasional. Jalinan kerjasama antar antara ketiga undur ini menjadi amat penting untuk mencapai masjid yang makmur.
- Pada masjid perkantoran, harus ada kesamaan visi kemasjidan antara pimpinan perusahaan atau instansi dengan pimpinan masjid, imam dan pelaksana harian. Mereka harus menyadari kelemahan masing-masing, baik dari sisi kewenangan, keilmuan maupun kemampuan manajerial agar dapat dijalin kerjasama ytang harmonis.
- Tanpa kesamaan visi, apalagi tidak didukung oleh komunikasi yang efektif, akan terjadi, bahkan sudah terjadi kerancuan kerja. Misalnya, pejabat menentukan khatib yang diinginkannya tanpa komunikasi dengan pelaksana sehingga ada dua khatib yang datang pada hari Jumat.
- Kepemimpinan dalam kepengurusan masjid idealnya dibatasi dengan masa priodisasi, yakni antara tiga sampai lima tahun setiap priodenya. Ini penting agar berlangsung kaderisasi kepengurusan dan kesegaran dalam kepengurusan masjid. Pemimpin dalam masjid tentu saja harus memiliki sifat terbuka, senang berkomunikasi dengan sesama pengurus dan jamaah masjid, siap mendapat masukan dan menerima kritik dari siapapun untuk diolah dan dikembangkan, memiliki kreatifitas agar dapat berkembang berbagai aktivitas yang positif.
- Dalam konteks masjid perkantoran, ketua masjid harus mampu menerjemahkan kebijakan manajemen dengan pengembangan aktivitas masjid, sehingga manajemen perusahaan menyadari bahwa keberadaan masjid tidak lepas dari kemajuan perusahaan.
- Manajemen masjid yang baik memberikan kewenangan penuh dan kreatifitas kepada unit-unit kepengurusan sehingga bisa bekerja optimal dengan jiwa dan perasaan yang menyenangkan.
- Ruang lingkup pembagian tugas dan wewenang antara lain:
a. Ketua: merumuskan kebijakan umum dengan memadukan antara fungsi masjid dengan visi dan misi perusahaan. Bersinergi dengan pimpinan perusahaan agar program masjid dapat menjangkau seluruh karyawan muslim dan memperoleh dukungan manajemen, termasuk dari sisi keuangan.b. Imam: Memimpin pelaksanaan peribadatan, dakwah dan pembinaan jamaah, sekaligus menjadi rujukan bagi jamaah dalam upaya mendapatkan kejelasan berbagai persoalan menurut ajaran Islam dan memecahkan persoalan pribadi dan keluarga jamaah.c. Pelaksana Harian: melaksanakan hal-hal teknis operasional kegiatan, administrasi dan kesekretariatan serta pengembangan aktivitas yang sesuai dengan situasi dan kondisi jamaah.
Dari uraian di atas, dalam konteks masjid, kepemimpinan atau kepengurusan memiliki kedudukan yang sangat strategis, karena memang harus menjadi tenaga penggerak bagi jamaahnya.
Drs. H. Ahmad Yani
Disampaikan Dalam Pelatihan Kepemimpinan
Masjid PLN se Jawa-Bali di Diklat Bogor, Jumat, 8 April
2016
http://ahmadyani.masjid.asia/2016/04/kepemimpinan-dalam-organisasi-masjid.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar