Kisah
 ini begitu kesohor. Dengan kekuasaan-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala 
menidurkan sekelompok pemuda yang berlindung di sebuah gua selama 309 
tahun,kisah ini trmaktub dalam Al Qur’an dalam Surat Al Kahfi. Simak 
kisah ini dan Apa hikmah di balik ini semua?
Ashhabul
 Kahfi adalah para pemuda yang diberi taufik dan ilham oleh Allah 
Subhanahu wa Ta’ala sehingga mereka beriman dan mengenal Rabb mereka. 
Mereka mengingkari keyakinan yang dianut oleh masyarakat mereka yang 
menyembah berhala. Mereka hidup di tengah-tengah bangsanya sembari tetap
 menampakkan keimanan mereka ketika berkumpul sesama mereka, sekaligus 
karena khawatir akan gangguan masyarakatnya. Mereka mengatakan:
رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُوْنِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا
Yakni,
 apabila kami berdoa kepada selain Dia, berarti kami telah mengucapkan 
suatu شَطَطًا (perkataan yang jauh), yaitu perkataan palsu, dusta, dan 
dzalim.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan perkataan mereka selanjutnya:
هَؤُلاَءِ
 قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُوْنِهِ آلِهَةً لَوْلاَ يَأْتُوْنَ 
عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى 
اللهِ كَذِبًا
“Kaum
 kami ini telah mengambil sesembahan-sesembahan selain Dia. Mereka tidak
 mengajukan alasan yang terang (tentang keyakinan mereka?) Siapakah yng 
lebih dzalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan 
terhadap Allah?” (Al-Kahfi: 15)
Ketika
 mereka sepakat terhadap persoalan ini, mereka sadar, tidak mungkin 
menampakkannya kepada kaumnya. Mereka berdoa kepada Allah Subhanahu wa 
Ta’ala agar memudahkan urusan mereka:
رَبَّنَاآتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
“Wahai Rabb kami, berilah kami rahmat dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami.” (Al-Kahfi: 10)
Mereka
 pun menyelamatkan diri ke sebuah gua yang telah Allah Subhanahu wa 
Ta’ala mudahkan bagi mereka. Gua itu cukup luas dengan pintu menghadap 
ke utara sehingga sinar matahari tidak langsung masuk ke dalamnya. Kemudian mereka tertidur dengan perlindungan dan pegawasan dari Allah selama 309 tahun.
 Allah Subhanahu wa Ta’ala buatkan atas mereka pagar berupa rasa takut 
meskipun mereka sangat dekat dengan kota tempat mereka tinggal. Allah 
Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang menjaga mereka selama di dalam gua. 
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِيْنِ وَذَاتَ الشِّمَالِ
“Dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri.” (Al-Kahfi: 18)
Demikianlah
 agar jasad mereka tidak dirusak oleh tanah. Setelah tertidur sekian 
ratus tahun lamanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala membangunkan mereka 
لِيَتَسَاءَلُوا (agar mereka saling bertanya), dan supaya mereka pada 
akhirnya mengetahui hakekat yang sebenarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala 
berfirman:
قَالَ
 قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ 
يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا 
أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِْينَةِ
“Berkatalah salah seorang dari mereka: ‘Sudah berapa lama kalian menetap (di sini)?’ Mereka menjawab: ‘Kita tinggal di sini sehari atau setengah hari.’
 Yang lain berkata pula: ‘Rabb kalian lebih mengetahui berapa lamanya 
kalian berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kalian 
pergi ke kota membawa uang perakmu ini’.” (Al-Kahfi: 19)
Di dalam kisah ini terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah yang nyata. Di antaranya: 
1.
 Walaupun menakjubkan, kisah para penghuni gua ini bukanlah ayat Allah 
yang paling ajaib. Karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala 
mempunyai ayat-ayat yang menakjubkan yang di dalamnya terdapat pelajaran
 berharga bagi mereka yang mau memerhatikannya.
2.
 Sesungguhnya siapa saja yang berlindung kepada Allah, niscaya Allah 
Subhanahu wa Ta’ala melindunginya dan lembut kepadanya, serta 
menjadikannya sebagai sebab orang-orang yang sesat mendapat hidayah 
(petunjuk). Di sini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah bersikap lembut 
terhadap mereka dalam tidur yang panjang ini, untuk menyelamatkan iman 
dan tubuh mereka dari fitnah dan pembunuhan masyarakat mereka. Allah 
menjadikan tidur ini sebagai bagian dari ayat-ayat (tanda kekuasaan)-Nya
 yang menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah dan berlimpahnya 
kebaikan-Nya. Juga agar hamba-hamba-Nya mengetahui bahwa janji Allah itu
 adalah suatu kebenaran.
3.
 Anjuran untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat sekaligus mencarinya. 
Karena sesungguhnya Allah mengutus mereka adalah untuk hal itu. Dengan 
pembahasan yang mereka lakukan dan pengetahuan manusia tentang keadaan 
mereka, akan menghasilkan bukti dan ilmu atau keyakinan bahwa janji 
Allah adalah benar, dan bahwa hari kiamat yang pasti terjadi bukanlah 
suatu hal yang perlu disangsikan.
4.
 Adab kesopanan bagi mereka yang mengalami kesamaran atau ketidakjelasan
 akan suatu masalah ilmu adalah hendaklah mengembalikannya kepada yang 
mengetahuinya. Dan hendaknya dia berhenti dalam perkara yang dia 
ketahui.
5.
 Sahnya menunjuk wakil dalam jual beli, dan sah pula kerjasama dalam 
masalah ini. Karena adanya dalil dari ucapan mereka dalam ayat:
فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِيْنَة
“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota membawa uang perakmu ini.” (Al-Kahfi: 19)
6.
 Boleh memakan makanan yang baik dan memilih makanan yang disenangi atau
 sesuai selera, selama tidak berbuat israf (boros atau berlebihan) yang 
terlarang, berdasarkan dalil:
فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ
“Hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu.” (Al-Kahfi: 19)
7.
 Melalui kisah ini kita dianjurkan untuk berhati-hati dan mengasingkan 
diri atau menjauhi tempat-tempat yang dapat menimbulkan fitnah dalam 
agama. Dan hendaknya seseorang menyimpan rahasia sehingga dapat 
menjauhkannya dari suatu kejahatan.
8.
 Diterangkan dalam kisah ini betapa besar kecintaan para pemuda yang 
beriman itu terhadap ajaran agama mereka. Dan bagaimana mereka sampai 
melarikan diri, meninggalkan negeri mereka demi menyelamatkan diri dari 
segenap fitnah yang akan menimpa agama mereka, untuk kembali pada Allah 
Subhanahu wa Ta’ala.
9.
 Disebutkan dalam kisah ini betapa luasnya akibat buruk dari kemudaratan
 dan kerusakan yang menumbuhkan kebencian dan upaya meninggalkannya. Dan
 sesungguhnya jalan ini adalah jalan yang ditempuh kaum mukminin.
10. Bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قَالَ الَّذِيْنَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا
“Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: ‘Sungguh kami tentu akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atas mereka’.” (Al-Kahfi: 21)
Di
 dalam ayat ini terdapat dalil bahwa masyarakat di mana mereka hidup 
(setelah bangun dari tidur panjang) adalah orang-orang yang mengerti 
agama. Hal ini diketahui karena mereka sangat menghormati para pemuda 
itu sehingga sangat berkeinginan membangun rumah ibadah di atas gua 
mereka. Dan walaupun ini dilarang –terutama dalam syariat agama kita– 
tetapi tujuan diceritakannya hal ini adalah sebagai keterangan bahwa 
rasa takut yang begitu besar yang dirasakan oleh para pemuda tersebut 
akan fitnah yang mengancam keimanannya, serta masuknya mereka ke dalam 
gua telah Allah Subhanahu wa Ta’ala gantikan sesudah itu dengan keamanan
 dan penghormatan yang luar biasa dari manusia. Dan ini adalah ketetapan
 Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap orang yang menempuh suatu kesulitan 
karena Allah, di mana Dia jadikan baginya akhir perjalanan yang sangat 
terpuji.
11.
 Pembahasan yang berbelit-belit dan tidak bermanfaat adalah suatu hal 
yang tidak pantas untuk ditekuni, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa 
Ta’ala:
فَلاَ تُمَارِ فِيْهِمْ إلاَّ مِرَاءً ظَاهِرًا
“Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang keadaan mereka, kecuali pertengkaran lahir saja.” (Al-Kahfi: 22)
12.
 Faedah lain dari kisah ini bahwasanya bertanya kepada yang tidak 
berilmu tentang suatu persoalan atau kepada orang yang tidak dapat 
dipercaya, adalah perbuatan yang dilarang. Karena Allah Subhanahu wa 
Ta’ala menyebutkan:
وَلاَ تَسْتَفْتِ فِيْهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا
“Dan jangan pula bertanya mengenai mereka (para pemuda itu) kepada salah seorang di antara mereka itu.” (Al-Kahfi: 22)
Wallahu a’lam.
Sumber: Diambil dari Taisirul Lathifil Mannan karya Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullahu, Dikutip dari http://asysyariah.com Penulis: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib Judul: Kisah Ashabul Kahfi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar