KEDUDUKAN ANAK DALAM AL QUR’AN*

Al Qur’an telah mengabarkan bahwa dalam diri anak terdapat sisi-sisi yang menguntungkan, namun dalam waktu yang bersamaan terdapat pula sisi-sisi yang membahayakan. Dengan indahnya Al Qur’an melukiskan bahwa disatu sisi anak adalah sebagai ”qurrota a’yun” dan ”zinatul hayatid dunya”, namun di sisi lain Allah SWT mengingatkan bahwa anak adalah ”fitnah” dan ”musuh”.

1. Anak sebagai “qurrota a’yun”
Anak sebagai qurrota a’yun tergambar dalam firman Allah SWT QS. Al Furqon:74




Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (QS. Al Furqon:74).

Ini berarti, lewat firman dalam ayat ini, Allah SWT mengajarkan agar orang tua berdoa dan berupaya agar anak-anak mereka menjadi anak yang menyenangkan dan menjadi penyejuk hati karena banyaknya kebaikan yang ada pada dirinya, bukan sebaliknya menjadi anak yang menyebalkan dan menjengkelkan.

2. Anak sebagai ”zinatul hayatid dunya”
Anak sebagai zinatul hayatid dunya tergambar dalam firman Allah SWT QS. Al Kahfi:46 dan Ali Imron:14




Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al Kahfi : 46)



Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, ... (QS. Ali Imron:14)

Kedua ayat ini menegaskan bahwa salah satu fitroh manusia(pembawaan dasar manusia) adalah menyukai anak-anak. Orang tua, betapapun kayanya dan tinggi jabatannya, rasanya belum lengkap hidupnya bila belum dikaruniai anak. Hidupnya terasa hambar, sunyi, sepi, dan tak bermakna. Akhirnya iapun rela berkorban harta untuk periksa keberbagai dokter ahli kandungan atau bahkan kedukun-dukun, hanya sekedar untuk memperoleh keturunan.

3. Anak sebagai ”fitnah”
Anak sebagai fitnah tergambar dalam surat At Taghobun : 15 dan surat Al Anfal : 28




Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar (QS. At Taghobun : 15)




Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar( QS. Al Anfal : 28)

Kata ”fitnah” bisa diartikan sebagai sesuatu yang menyesatkan, batu ujian dan cobaan. Ini berarti, lewat ayat ini, Allah SWT memberikan peringatan kepada para orang tua, bahwa harta dan anak-anak mereka yang pada umumnya sangat mereka bangga-banggakan itu, disatu sisi bisa menjadi batu ujian atau cobaan yang bila tidak hati-hati bisa menyesatkan kearah kekufuran. Sebaliknya, bila orang tua sukses dalam menghadapi batu ujian maka Allah SWT pun telah menyediakan pahala yang besar bagi mereka.

4. Anak sebagai ”aduwwun”(musuh)
Anak sebagai musuh ditegaskan oleh Allah SWT dalam Surat At-Taghobun : 14



Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara Isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu* Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka ... (QS. At-Taghobun : 14)

* Maksudnya: kadang-kadang isteri atau anak dapat menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama.


Jadi, disatu sisi anak itu sebagai perhiasan hidup yang menyenangkan dan menyejukkan hati, namun kalau tidak hati-hati dalam menghadapinya bisa-bisa membuat orang tua lupa dan akhirnya sang anakpun justru berbalik menjadi fitnah atau bahkan menjadi musuh bagi orangtuanya. Dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit orang tua yang jatuh menderita justru karena ulah anak-anaknya.

Setelah mengetahui kedudukan anak dalam al qur’an diatas, tentunya kita sebagai orangtua akan berusaha memberikan kasih sayang yang terbaik untuk anak-anak kita. Menjadikan anak ”Qurrata a’yun ” (anak yang saleh).

Qurrata a’yun tidak dilahirkan, tapi dibentuk dan dibina lewat pendidikan. Rasulullah mengajarkan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang berperan merobah fitrah itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi, oleh sebab itulah orang tua mempunyai kewajiban memelihara dan mengembangkan fitrah atau potensi dasar keislaman anak tersebut sehingga tumbuh dan berkembang menjadi muslim yang benar-benar menyerahkan diri secara total kepada Allah.
Wallahu a’lam




*Disampaikan oeh:
Samsul Ma’arif,S.Th.I
dalam pengajian wali santri
TPA Masjid At TaqwaBalapan
08 Nopember 2009

Komentar